tmn2 ini adalah coretan seorang kakak yg ku cintai...kusayangi...dalam hidupku
seorang tmpt ku berkeluh kesah tmpt ku meminta uang bila tak ad uang...heheheh
slalu meminta jatah setiap dia bnyk uang:P
sebuah coretan tinta yg membuat ku meneteskan air mata karena aku kangeeen dia...
dia yg jauh dsana...bergelut dg hidup utk menjalani kehidupan ini..
selamat membaca y...
penulis : my sister (ntha)
Percakapanku semalam dengan orang tua tercinta sedikit mengobati rasa kangenku yang selalu bersembunyi dilapisan hatiku. Sekilas ingatanku melangkah pada percakapanku dengan papa beberapa bulan yang lalu. Ketika memandang foto-foto wisuda kakakku dan adikku. Beliau bergumam, "Sebentar lagi adek wisuda. Bertambah lagi foto anak papa yang akan terpajang didinding. Fotomu saja yang tak ada." Aku hanya tersenyum simpul. Namun ada sedikit rasa bersalah bersembunyi didalamnya. Mungkin dahulu diriku terlalu sombong. Cara berpikirku yang tidak klop dengan papa mengenai hal ini cukup menyesatkan hatiku, bahwa sebenarnya dengan melihat anaknya memakai toga di dalam sebuah foto, adalah kebanggaan mereka. Bahwa mereka telah tuntas memberikan pendidikan pada anak2nya.
Dahulu, ketika masa perkuliahan berlangsung, aku bahkan telah melanggar larangan papa untuk tidak bekerja selama masa pendidikan. Yah, kuakui memang seringkali jalan pikiran beliau tidak sesuai dengan keinginanku untuk mandiri. Menjalani proses perkuliahan, kusambut tawaran dosenku untuk mengajar English. Dan aku buktikan kepada beliau bahwa dengan bekerja, tokh nilaiku tetap dapat dipertanggungjawabkan. Sampai akhirnya sebelum sempat ujian akhir, aku diikutkan test kerja disuatu perusahaan di Gunung Sahari. Alhamdulillah lagi, cukup dua hari test, mereka langsung menerimaku, tanpa ijazah dan dokumen2 pengalaman kerja. Pure aku lulus atas kemampuanku sendiri.
Dan mungkin ini yang sedikit menyesatkanku dan lalai untuk mengikuti acara wisuda. Skripsi kukerjakan sendiri tanpa halangan apapun. Ujian akhir pun dapat kulalui dengan mudah. Meski pekerjaan dikantor menumpuk dan kekasih hatiku nekat melamarku ketika bertepatan orang tuaku berkunjung ke Jakarta untuk menghadiri acara resepsi pernikahan saudara. Ditambah lagi persetujuan orang tuaku menerima proses pinangan dadakan tersebut.
Proses saat itu begitu cepat. Perkuliahan selesai, hanya tinggal menunggu masa wisuda. Orang tuaku tlah kembali ke kampung halaman mempersiapkan segala hal yang menyangkut acara pernikahanku. Sementara aku menikmati masa kerjaku yang terkadang menguras tenaga, tiap hari menghadapi lembur. Bayangkan, pulang kerja kadang hampir jam sepuluh-an malam, karena memang dokumen2 client yang kuterima melalui fax dari luar negeri, harus segera mendapatkan respon. Sedikit pun aku tak terpikirkan lagi dengan wisuda. Mungkin karena ujian akhir telah kulalui, dan pastinya nilai telah tercantum di Ijazah.
Sampai pada akhirnya, hari-hari menjelang pernikahan berlangsung. Pemikiran untuk menjadi 'someone' yang bergelut dengan seabreg pekerjaan sekretaris handal kulepaskan begitu saja. Membicarakan pengunduran diriku pada atasan, meski beliau memintaku untuk tetap berkarir. Tapi cinta lebih kuat melingkupiku. Kota Jakarta kurasakan tidak cocok untukku dengan segudang kemacetannya dan keramaiannya tidak membuatku nyaman. Karena sebenarnya diriku adalah penggemar hal2 yang bersifat biasa2 saja. Pada akhirnya, atasanku menerima keputusanku dan memberikan pesan apabila aku berubah pikiran untuk bekerja kembali, maka pintunya akan terbuka. Sungguh tersanjung mendengar tawaran tersebut. Mungkin beliau melihat begitu loyalnya aku bekerja hingga mendekati larut, bahkan begitu tegarnya aku ketika harus menghadapi emosinya yang tinggi jika sedang terbelit permasalahan, dan aku tidak pernah mengeluh ketika harus menggantikan tanggung jawab orang lain yang dipecat, sehingga aku harus berhubungan dengan hitung-menghitung uang lembur, uang transport, dan segala hal mengenai keuangan. Padahal jelas aku bukan seorang akuntan. Tapi itulah sekretaris...penuh dengan serabutan duties. Tapi aku senang pernah dipercaya untuk itu.
Sampai akhirnya prosesi pernikahanku tlah terlaksana, aku lebih memilih turut bersama suami untuk ikut berpetualang di suatu kota yang kami sama-sama belum pernah tahu. Ikut berperan dalam langkah karirnya hingga benar2 melupakan ingatanku pada suatu proses 'WISUDA". Uang wisuda yang tlah ditransfer papa direkeningku masih tersimpan. Aku masih ingat jelas pada saat menjelang wisuda, salah satu keluarga akan menikahkan anaknya. Dengan tanpa berdosanya aku mengungkapkan, "Pa, uang wisudanya buat nyumbang acara pernikahan saja, yah." Dan pada saat itu tidak ada penolakan dari papaku, selain mengiyakan. Mungkin karena berbicaranya melalui telepon, aku tidak melihat sama sekali apakah ada roman kekecewaan atau tidak. Yang kutau, papaku menyetujuinya. Sunggu aku tak menyangka bahwa ini dapat menohokku menjadi anak yang paling bersalah. Meski sebenarnya hal ini cuma sekedar jadi guyonan papaku, tapi jelas terselip rasa bersalah dihatiku. Bagiku apalah arti sebuah foto wisuda. Toh tanpa foto tersebut, aku dapat diterima bekerja hanya karena bantuan Allah yang telah melancarkan skill-ku pada saat itu. Bahkan ketika ijazah belum sampai ditanganku pun, dengan hanya mengikuti test langsung, aku masih diterima dengan mudah. Dan ini yang kukatakan, bahwa dulu aku telah disesatkan oleh kesombonganku sendiri. Sesuatu hal yang bagiku tidak terlalu penting, ternyata pastinya begitu berarti bagi kedua orang tuaku. Ketika mereka telah berada pada masa tuanya, mereka akan duduk berbincang seraya menatap foto2 keberhasilan anak2 mereka dalam menuntut ilmu. Dan apa yang tersembunyi dihati mereka, ketika foto salah satu anak mereka tidak terpajang disana. Mungkin mereka tidak berpikir demikian, tapi hatiku sedikit terusik untuk selalu merasa bersalah akan hal ini. Aku, dahulu terlalu egois dalam pemikiran sendiri. Entah bodoh atau terlalu idealis, mengatakan dengan picik apalah artinya sebuah foto wisuda. Tidak lah berguna ketika melamar pekerjaan. Toga bukan simbol bahwa setelah prosesinya sang pemakainya akan mudah mendapatkan kerja. Bahkan banyak para pemakai toga yang menjadi pengangguran, dan toga dapat membuat seseorang menjadi pemilih akan pekerjaan yang ada. Karena toga lebih menunjukkan sebuah image yang brilliant, maka pekerjaan pun tidak boleh yang ecek2. Toga tidak berhubungan dengan pekerjaan rendahan. Sang pemakai toga harus memiliki pekerjaan yang memiliki bawahan. Yang memakai toga jangan tersinggung, karena sebenarnya aku juga dulunya harusnya memakai toga. Hanya karena ketambenganku saja yang menjauhkan toga dari badanku...^_^
Tapi sudahlah, nasi sudah menjadi bubur. Tokh, aku harus menerima konsekuensi dari keputusanku sendiri. Setidaknya aku bangga melihat foto2 wisuda ketiga saudaraku disana. Aku bahagia melihat wajah bahagia papaku dikala bercerita mengenai acara2 tersebut, meski ketiadaanku disana hanya dijadikan joke oleh beliau. Tapi kan bukan berarti aku tidak bisa berpartisipasi dalam kancah dunia kerja. Aku bisa membuktikan kepada beliau, bahwa tanpa toga aku bisa diterima bekerja atas kemampuanku sendiri. Dan tanpa toga pun, aku masih bisa mendedikasikan ilmu yang kupunya. Tapi tidak dapat kusangkal sama sekali, bahwa segala langkahku pastinya diperlancar Allah berkat do'a kedua orang tuaku yang tulus untuk anak2nya. I am really sorry, Dad...untuk ketidakmampuanku memenuhi sedikit kepuasanmu dimasa tua. Ketika menatap susunan pigura keberhasilan anak2mu dalam menggapai ilmu yang tlah engkau biayai dari jerih payahmu, harus terpajang dengan tidak lengkap. Tapi Engkau benar-benar telah berhasil menunaikan tugasmu dalam membekali kami dengan ilmu. Dan aku bangga memiliki orang tua seperti kalian..